Touring to Wanayasa
Berbaris
teratur di Jalanan dan konsentrasi dalam kecepatan tinggi adalah suatu yang
harus dilakukan oleh para pengendara motor jarak jauh yang biasa kami sebut
touring, definisi touring sendiri menurut saya adalah perjalanan jarak jauh
yang dilakukan dengan formasi berbaris dan teratur tentunya dipimpin oleh
kapten dan pada bagian belakang terdapat sweeper kami biasa menyebutnya
pembersih jalan, kapten dan sweeper ini adalah orang yang sudah mengetahui
letak lokasi yang akan kita tujui, jika salah satu peserta ada yang hilang atau
salah jalan maka tugas sweeper yang akan mencari mereka sedangkan sisa peserta
akan berhenti sejenak sampai peserta yang hilang itu kembali. Mesin, tekanan
ban, lampu depan dan belakang, jaket hujan adalah keperluan yang harus
disiapkan sebelum menuju tempat tujuan dan dari semua itu yang paling pokok
bagi saya adalah kondisi tubuh karena kalau tidak fit atau tidak sehat akan
mempengaruhi saat perjalanan dan untuk yang terakhir adalah berdo’a agar kami
selalu diberikan keselamatan dalam perjalanan.
kami mulai berkumpul pada salah satu rumah peserta
pada pukul 12.00 siang, tentunya dengan persiapan yang sudah matang, kali ini
kami melakukan perjalanan yang cukup lumayan jauh yaitu sumber mata air di
daerah Wanayasa, Purwakarta. Kebetulan sekali tempat yang akan kami kunjungi
adalah milik Saudara saya. Anggota
touring kali ini berjumlah 12 orang diantara 8 yang lain kami berempat yang
masih remaja, saya, Wawan, Anggi dan Aji yang lain adalah para orang tua, tapi entah mengapa mereka masih
kuat untuk melakukan perjalanan jauh.
Pak Mamat
adalah kapten Touring kami, setiap kami melakukan Touring beliau lah yang menjadi
kapten. “ berkumpul, mari kawan sebelum
kita pergi kita berdo’a agar selalu diberikan keselamatan, berdo’a tenang, mulai,...............
selasai ” tekan Pak Mamat. Mesin yang menyala karena dipanaskan mulai
ditunggangi, bendera tanda juga sudah dipasang pada masing-masih peserta, “Siap gak??” tanya Anggi, “Siap lah gw mah” jawab Wawan, “ lw motor 250CC dan paling kencang, mending
di belakang aje nggi..” sanggah Aji, saya hanya bisa tertawa melihat
celotehan kecil mereka, kami memulai perjalanan dari arah Cibitung menuju jalan
Cikampek dengan jalur pantura. Pertama kami melewati pasar dan terminal untuk
daerah Cikarang, kami semua sedikit berbencar agar bisa mencari jalan masing-masing
keluar kerumunan pasar. Mengambil jalan panjang, melawati perbatasan, kami
sampai di Kota Karawang yang dimana selalu saja ada polisi yang merazia, benar
saja, polisi memang sudah menuggu di sana, untung saja lampu motor saya
menyala, tapi salah satu anggota kami terkena razia karena lampunya dalam
keadaan mati, beruntungnya hanya peringatan saja jadi diperbolehkan pergi, kami
pun melanjutkan perjalanan setelah 1 jam 30 menit perjalanan akhirnya kami tiba
di kota Cikampek sekaligus menepi istirahat sambil meminum es kelapa muda, 30
menit beristirahat kami melanjutkan kembali perjalanan, melewati daerah Cikopo
yang penuh dengan pohon karet dan tempat istirahat lainnya. 1 pertanyaan, mengapa
kami sangat cepat hanya 90 menit sudah tiba di Cikampek ? karena kami
mengendarai motor dengan kecepatan 100km, itu lah yang membuat kami cepat
sampai tujuan.
Memasuki kota
Purwakarta, kami mulai agak berpencar karena sedikit ramai keadaan jalan di
sana, kecepatan dikurangi sambil kami melihat pusat keramaian di Kota
Purwakarta yaitu Situ Buleud. Situ Buleud sendiri adalah sebuah Danau yang
berada di Pusat Kota Purwakarta, menurut sejarah pembangunan Situ terjadi pada
tahun 1830 oleh pendiri Kota Purwakarta yaitu R.A Suriawinata.
Kami sampai
pada tujuan pertama yaitu rumah Saudara saya, rombongan berhenti sejenak dan mempersiapkan
makanan yang akan dibawa ke tempat tujuan sebenarnya yaitu mata air Wanayasa.
kami pun kembali mengendarai si kuda besi, karena tempatnya berada di kaki
gunung kami pun harus berhati-hati banyak tikungan dan tanjakan, dan benar saja
salah satu anggota yang berada di depan saya terjatuh ketika melewati tikungan
tajam, dia terpental jauh dari motor untung saja tidak dalam kecepatan tinggi,
saya bergegas turun dan menolongnya, kaki kanannya memar dan sepertinya
terkilir, kami menunggu anggota lainnya dan melanjutkan perjalanan. setelah 1
jam perjalan kami tempuh, kami tiba di mata air namun harus turun kembali
dengan kemiringan 80 derajat. Mematikan mesin
dan turun anggota pun agak terkejut, karena akan bermalam di tengah kebun dan cukup terbuka, disana terdapat
sebuah pendopo kecil, memang iya, setiap saya kesana hanya di siang hari saja dan
saya tidak pernah membayangkan bagaimana jadinya bermalam di saung seperti itu,
gelap, hanya memakai lampu petromak. Tapi inilah yang disebut petualang sejati.
Karena cuaca dingin nyamuk pun tidak ada yang berani menggigit, bahkan salah
satu anggota ada yang mandi pada mata air untuk menghangatkan tubuh. Untuk
kegiatan yang kami lakukan, kami membakar ikan yang sudah dipersiapkan. larut malam
tiba suasana semakin senyap ikan pun sudah matang dan hanya Anggi yang sudah
tertidur pulas dari setelah sampai dia memang sudah tertidur. Ada satu kejadian
dan cukup membuat kami semua kaget, keadaan gelap membuat Wawan tidak melihat bahwa
ada tangga, dia terjatuh dengan tangan yang sedang membawa piring, seketika itu
juga tangannya robek terkena pecahan piring, darah tidak berhenti. akhirnya saya
yang masih terjaga dan penjaga pendopo harus membawa Wawan ke klinik terdekat
beruntungnya masih buka. Lelah dengan semua saya mulai mengantuk, kami semua
beristihat dan tidur.
Kegiatan
kembali dilakukan pukul 05.00 pagi, ada yang melakukan sholat shubuh, ada yang
mandi, kami semua mulai bekerja kembali menyiapkan sarapan pagi walaupun dengan
mie rebus tetap saja kalau bersama terasa sangat nikmat, kopi pun menjadi teman
kami kala mentari mulai terbit, karena sebagian dari kami belum mandi, kami ingin
menceburkan diri ke dalam kolam air, memang sengaja saudara saya membuat tempat
pemandian keluarga, airnya bersih, jernih tidak mengandung kaporit, tetapi saat
saya ingin menceburkan diri ada ular kecil di dalam kolam, otomatis saya tidak
berani, akhirnya ular itu kami tangkap dan di buang jauh-jauh, kami bebas
berendam. Kebetulan juga anggota ada yang membawa kamera untuk dokumentasi,
kami bersantai ria, berfoto bersama. Pukul 10.00 kami siap untuk kembali
melanjutkan perjalanan pulang ke Bekasi.
Mesin sudah
panas, kami berpamitan pulang kepada penjaga pendopo, mulai naik kembali jalan
terjal, penuh batu, jalan yang kami tempuh bercampur dengan batu karena daerah
itu adalah daerah pengerajin batu alam,
menanjak kembali, tikungan dihadapi kami pun keluar dari wanayasa. melanjutkan
perjalanan pulang kecepatan dikurangi karena semua anggota masih kelihatan lelah.
1 jam kami berhenti sebentar di Daerah Cikopo, makan masakan ciri khas
purwakarta yaitu sate maranggih, sangat berbeda dari sate yang lain. Kenyang mengisi
perut, kami melanjutkan perjalanan. kami sampai di Karawang, karena penasaran
Anggi ingin mencoba berapa kecepatan maksimum motornya dan waktu yang diambil,
benar saja dia mencoba motornya yang berkapasitas 250CC itu, kebetulan juga
jalan yang kami tempuh adalah jalan baru di Karawang, kami membutuhkan waktu 30
menit untuk mencapai ujung jalan, sedangkan Anggi hanya butuh 15 menit dan
ketika kami sampai dia hanya berhenti di warung terdekat sambil merokok santai.
Akhirnya perjalanan berakhir setelah menempuh perjalan kurang lebih 4 jam,
kembali ke rumah masing-masing, beristirahat.
Feature Perjalanan/petualangan