Senin, 03 Desember 2012

Softskill: Kepariwisataan




Kepariwisataan Indonesia: Green Canyon 

Berpariwisata menjadi jalan alternatif  untuk melepas penat kesibukan sehari-hari. Pada era globalisasi ini banyak sekali sarana yang dibangun untuk tempat rekreasi maupun pariwisata, seperti wahana bermain in door maupun out door. Namun, jika kita ingin lebih menyatu dengan alam bebas kita bisa pergi berpariwisata ke tempat yang benar-benar hijau, dimana kita bebas dan menyatu dengan keindahan alam raya. Salah satu tempat pariwisata keluarga yang Hijau dan alami adalah Green Canyon atau warga sekitar menyebutnya dengan sebutan cukang taneuh yang berarti jembatan tanah. Berjarak 130 km dari kota Ciamis sedangkan dari Pangandaran sendiri hanya 30 km saja. Sebelum mencapai lokasi Green Canyon pergilah ke terminal angkutan umum yaitu terminal pangandaran dan menuju terminal desa Cijulang jika ingin berangkat dengan angkutan umum. Green Canyon  merupakan aliran sungai Cijulang yang berada di tengah- tengah bukit bebatuan dan tumbuhan hijau. Sangat indah jika kita bisa menyaksikan langsung salah satu keindahan alam Ciptaan Tuhan. Melihat dari segi manajemen Green canyon mempunyai cukup strategi untuk menarik wisatawan domestik maupun asing. Survey membuktikan pengalam informasi tentang keberadaan Green Canyon mereka dapat dari Kerabat/keluarga. 70% dari kerabat dan 30% mereka dapat dari website. Dari segi wisatawan yang datang memang cukup bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwasata Kabupaten Ciamis pada tahun 2011  wisatawan yang datang kurang lebih 62.293.
Untuk tahun ini belum bisa diperkirakan karena cuaca yang sangat buruk mempengaruhi sungai Cijulang. Hujan yang tak henti turun membuat Sungai Cijulang meluap dan banjir hingga ke pemukiman warga. Untuk sementara Green Canyon ditutup hingga volume air kembali normal dan cuaca kembali stabil. Berdasarkan survey untuk perawatan pengelola harus membersihkan sampah 49,0% sampah. Hal ini menjadi tugas pengelola wisata harus bekerja sama dengan warga sekitar dan pemerintah agar Green Canyon tetap terjaga kebersihannya. Selain itu Green Canyon juga melestarikan sebagian flora dan fauna, 60% pengunjung menyatakan bahwa pelestarian flora dan fauna cukup baik. Untuk kebersihan lingkungan di Green Canyon para pengunjung juga menilai cukup baik dan bersih. Pengunjung menilai aspek fasilitas umum seperti rumah ibadah, restaurant, toilet dan yang lain cukup nyaman dan baik. Namun sayangnya untuk tempat penginapan mereka mengatakan sangat kurang lengkap. Jadi pengunjung  harus kembali ke Pangandaran yang lebih banyak menyediakan tempat penginapan.
Pemerintah seharusnya bisa lebih memberikan fasilitas dan membangun sarana lebih bagi pengunjung. Kurangnya perhatian pemerintah dalam memperhatikan lingkungan sekitar tempat wisata akan mempengaruhi jumlah wisatawan yang datang karena melihat lingkungan yang kurang nyaman. Peran pemerintah juga sangat di butuhkan untuk mensosialisasikan tempat wisata tersebut agar lebih bisa di kenal khalayak banyak. Pandangan pemerintah tentang tempat-tempat wisata harus lebih bisa memberikan yang terbaik agar wisatawan domestik dan luar lebih tertarik lagi jika mereka kembali berkunjung ke tempat wisata tersebut. Khusunya untuk wisatawan asing mereka akan menambah devisa negara. Wisata pantai, alam dan kuliner menjadi tujuan utama mereka datang ke negara kita, entah untuk mempelajari budaya sekitar atau hanya ingin sekedar melepas penat di negara asal mereka. Kekayaan alam dan Budaya yang kita miliki menjadi kelebihan tersendiri untuk dijadikan tempat pariwisata yang sangat unik. Suatu kebanggaan memiliki negara yang kaya akan alam dan budaya.

Minggu, 02 Desember 2012

Jurnalistik : Features



Touring to Wanayasa
Berbaris teratur di Jalanan dan konsentrasi dalam kecepatan tinggi adalah suatu yang harus dilakukan oleh para pengendara motor jarak jauh yang biasa kami sebut touring, definisi touring sendiri menurut saya adalah perjalanan jarak jauh yang dilakukan dengan formasi berbaris dan teratur tentunya dipimpin oleh kapten dan pada bagian belakang terdapat sweeper kami biasa menyebutnya pembersih jalan, kapten dan sweeper ini adalah orang yang sudah mengetahui letak lokasi yang akan kita tujui, jika salah satu peserta ada yang hilang atau salah jalan maka tugas sweeper yang akan mencari mereka sedangkan sisa peserta akan berhenti sejenak sampai peserta yang hilang itu kembali. Mesin, tekanan ban, lampu depan dan belakang, jaket hujan adalah keperluan yang harus disiapkan sebelum menuju tempat tujuan dan dari semua itu yang paling pokok bagi saya adalah kondisi tubuh karena kalau tidak fit atau tidak sehat akan mempengaruhi saat perjalanan dan untuk yang terakhir adalah berdo’a agar kami selalu diberikan keselamatan dalam perjalanan.
 kami mulai berkumpul pada salah satu rumah peserta pada pukul 12.00 siang, tentunya dengan persiapan yang sudah matang, kali ini kami melakukan perjalanan yang cukup lumayan jauh yaitu sumber mata air di daerah Wanayasa, Purwakarta. Kebetulan sekali tempat yang akan kami kunjungi adalah milik Saudara saya.  Anggota touring kali ini berjumlah 12 orang diantara 8 yang lain kami berempat yang masih remaja, saya, Wawan, Anggi dan Aji yang lain adalah para  orang tua, tapi entah mengapa mereka masih kuat untuk melakukan perjalanan jauh.
Pak Mamat adalah kapten Touring kami, setiap kami melakukan Touring beliau lah yang menjadi kapten. “ berkumpul, mari kawan sebelum kita pergi kita berdo’a agar selalu diberikan keselamatan, berdo’a tenang, mulai,............... selasai ” tekan Pak Mamat. Mesin yang menyala karena dipanaskan mulai ditunggangi, bendera tanda juga sudah dipasang pada masing-masih peserta, “Siap gak??” tanya Anggi, “Siap lah gw mah” jawab Wawan, “ lw motor 250CC dan paling kencang, mending di belakang aje nggi..” sanggah Aji, saya hanya bisa tertawa melihat celotehan kecil mereka, kami memulai perjalanan dari arah Cibitung menuju jalan Cikampek dengan jalur pantura. Pertama kami melewati pasar dan terminal untuk daerah Cikarang, kami semua sedikit berbencar agar bisa mencari jalan masing-masing keluar kerumunan pasar. Mengambil jalan panjang, melawati perbatasan, kami sampai di Kota Karawang yang dimana selalu saja ada polisi yang merazia, benar saja, polisi memang sudah menuggu di sana, untung saja lampu motor saya menyala, tapi salah satu anggota kami terkena razia karena lampunya dalam keadaan mati, beruntungnya hanya peringatan saja jadi diperbolehkan pergi, kami pun melanjutkan perjalanan setelah 1 jam 30 menit perjalanan akhirnya kami tiba di kota Cikampek sekaligus menepi istirahat sambil meminum es kelapa muda, 30 menit beristirahat kami melanjutkan kembali perjalanan, melewati daerah Cikopo yang penuh dengan pohon karet dan tempat istirahat lainnya. 1 pertanyaan, mengapa kami sangat cepat hanya 90 menit sudah tiba di Cikampek ? karena kami mengendarai motor dengan kecepatan 100km, itu lah yang membuat kami cepat sampai tujuan.
Memasuki kota Purwakarta, kami mulai agak berpencar karena sedikit ramai keadaan jalan di sana, kecepatan dikurangi sambil kami melihat pusat keramaian di Kota Purwakarta yaitu Situ Buleud. Situ Buleud sendiri adalah sebuah Danau yang berada di Pusat Kota Purwakarta, menurut sejarah pembangunan Situ terjadi pada tahun 1830 oleh pendiri Kota Purwakarta yaitu R.A Suriawinata.

Kami sampai pada tujuan pertama yaitu rumah Saudara saya, rombongan berhenti sejenak dan mempersiapkan makanan yang akan dibawa ke tempat tujuan sebenarnya yaitu mata air Wanayasa. kami pun kembali mengendarai si kuda besi, karena tempatnya berada di kaki gunung kami pun harus berhati-hati banyak tikungan dan tanjakan, dan benar saja salah satu anggota yang berada di depan saya terjatuh ketika melewati tikungan tajam, dia terpental jauh dari motor untung saja tidak dalam kecepatan tinggi, saya bergegas turun dan menolongnya, kaki kanannya memar dan sepertinya terkilir, kami menunggu anggota lainnya dan melanjutkan perjalanan. setelah 1 jam perjalan kami tempuh, kami tiba di mata air namun harus turun kembali dengan kemiringan 80 derajat.  Mematikan mesin dan turun anggota pun agak terkejut, karena akan bermalam di tengah  kebun dan cukup terbuka, disana terdapat sebuah pendopo kecil, memang iya, setiap saya kesana hanya di siang hari saja dan saya tidak pernah membayangkan bagaimana jadinya bermalam di saung seperti itu, gelap, hanya memakai lampu petromak. Tapi inilah yang disebut petualang sejati. Karena cuaca dingin nyamuk pun tidak ada yang berani menggigit, bahkan salah satu anggota ada yang mandi pada mata air untuk menghangatkan tubuh. Untuk kegiatan yang kami lakukan, kami membakar ikan yang sudah dipersiapkan. larut malam tiba suasana semakin senyap ikan pun sudah matang dan hanya Anggi yang sudah tertidur pulas dari setelah sampai dia memang sudah tertidur. Ada satu kejadian dan cukup membuat kami semua kaget, keadaan gelap membuat Wawan tidak melihat bahwa ada tangga, dia terjatuh dengan tangan yang sedang membawa piring, seketika itu juga tangannya robek terkena pecahan piring, darah tidak berhenti. akhirnya saya yang masih terjaga dan penjaga pendopo harus membawa Wawan ke klinik terdekat beruntungnya masih buka. Lelah dengan semua saya mulai mengantuk, kami semua beristihat dan tidur.
Kegiatan kembali dilakukan pukul 05.00 pagi, ada yang melakukan sholat shubuh, ada yang mandi, kami semua mulai bekerja kembali menyiapkan sarapan pagi walaupun dengan mie rebus tetap saja kalau bersama terasa sangat nikmat, kopi pun menjadi teman kami kala mentari mulai terbit, karena sebagian dari kami belum mandi, kami ingin menceburkan diri ke dalam kolam air, memang sengaja saudara saya membuat tempat pemandian keluarga, airnya bersih, jernih tidak mengandung kaporit, tetapi saat saya ingin menceburkan diri ada ular kecil di dalam kolam, otomatis saya tidak berani, akhirnya ular itu kami tangkap dan di buang jauh-jauh, kami bebas berendam. Kebetulan juga anggota ada yang membawa kamera untuk dokumentasi, kami bersantai ria, berfoto bersama. Pukul 10.00 kami siap untuk kembali melanjutkan perjalanan pulang ke Bekasi.
Mesin sudah panas, kami berpamitan pulang kepada penjaga pendopo, mulai naik kembali jalan terjal, penuh batu, jalan yang kami tempuh bercampur dengan batu karena daerah itu adalah  daerah pengerajin batu alam, menanjak kembali, tikungan dihadapi kami pun keluar dari wanayasa. melanjutkan perjalanan pulang kecepatan dikurangi karena semua anggota masih kelihatan lelah. 1 jam kami berhenti sebentar di Daerah Cikopo, makan masakan ciri khas purwakarta yaitu sate maranggih, sangat berbeda dari sate yang lain. Kenyang mengisi perut, kami melanjutkan perjalanan. kami sampai di Karawang, karena penasaran Anggi ingin mencoba berapa kecepatan maksimum motornya dan waktu yang diambil, benar saja dia mencoba motornya yang berkapasitas 250CC itu, kebetulan juga jalan yang kami tempuh adalah jalan baru di Karawang, kami membutuhkan waktu 30 menit untuk mencapai ujung jalan, sedangkan Anggi hanya butuh 15 menit dan ketika kami sampai dia hanya berhenti di warung terdekat sambil merokok santai. Akhirnya perjalanan berakhir setelah menempuh perjalan kurang lebih 4 jam, kembali ke rumah masing-masing, beristirahat.
Feature Perjalanan/petualangan